A. Latar Belakang Masalah
Sebelum lebih jauh membahas tentang tenaga kerja sektor perikanan di Indonesia. Penulis ingin memaparkan sedikit tentang tenaga kerja perikanan yang dalam tulisan ini membatasi pada nelayan. Nelayan adalah suatu kelompok masyarakat yang kehidupannya tergantung langsung pada hasil laut. Baik dengan cara melakukan penangkapan ataupun pengembangan melalui cara budidaya. Mereka pada umumnya tinggal di pinggir pantai, sebuah lingkungan pemukiman yang dekat dengan lokasi kegiatannya (Imron, 2001).
Indonesia mempunyai potensi lestari sektor perikanan begitu besar. Paling tidak ada sekitar 6,17 juta ton per tahun, terdiri atas 4,07 juta ton di perairan Nusantara yang hanya 38% dimanfaatkan. 2,1 juta ton per tahun berada di perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Potensi ini pemanfaatannya juga baru 20%. Berarti ada 7,5% potensi dunia berada di perairan laut Indonesia. Sedangkan disisi lain, berkisar 24 juta hektar perairan laut dangkal Indonesia cocok untuk budi daya laut (mariculture). Bernilai ekonomis tinggi, dengan potensi produksi 47 juta ton per tahun (Tancung, 2011).
Melihat secara agregat nilai ekonomi total dari produk perikanan dan produk bioteknologi perairan Indonesia sangatlah diluar dugaan. Diperkirakan mencapai 82 miliar dolar AS per tahun. Hampir 70% produksi minyak dan gas bumi Indonesia berasal dari kawasan pesisir dan laut (Dahuri, 2004). Mencermati peristiwa tadi sungguh ironis mendengar kabar bahwa nelayan Indonesia selalu terjebak dalam garis kemiskinan. Hal tadi sebetulnya merupakan peluang termasuk tantangan bagi tenaga kerja sektor perikanan untuk berubah lebih sejahtera. Ada tiga benteng penghalang utama penyebab gagalnya nelayan show up merubah nasib. Diawali oleh masalah keterbatasan alat tangkap, ketergantungan terhadap musim sangat tinggi, pemasaran (market glut), dan pengadaan modal (Dahuri, 2000).