Saya tidak tahu mengapa akhir-akhir ini gelisah di setiap kesunyian malam di kamar. Menonton televisi yang yang hampir setiap pemberitaannya memberitakan bencana alam yang menimpah negeri ini. Hati saya bergeliat terus seakan ingin mengungkapkan perasaan yang lama terbenam. Akhirnya, jari-jemari ini memulai menari diatas keyboard laptop yang satu-satunya benda berharga yang saya miliki selama kuliah di Jogja ini. Menari jari-jari ini, membentuk kalimat dalam balutan sebuah tema, yaitu cinta dan kasih sayang (Mahabbah wa Rahmah).
Inilah rasa cinta kasih yang senantiasa membuat kedua mata saya meneteskan air mata, saat saya tatap foto wajah ibu saya yang tersenyum kecil yang selalu saya pajang di meja belajar. Rasa cinta kasih yang selalu membuat kedua bola mata ini berlinang mengingat beratnya godaan dunia yang kelak akan dijumpai adik wanita tercantik yang selalu saya cintai. Rasa cinta kasih yang selalu mendorong saya untuk memohon kepada Sang Mahacinta untuk senantiasa menjaga dan menyayangi kedua wanita yang sangat saya sayangi tersebut, apabila saya dipanggil oleh-Nya terlebih dahulu.
Inilah rasa cinta kasih yang senantiasa membuat kedua mata saya meneteskan air mata, saat saya tatap foto wajah ibu saya yang tersenyum kecil yang selalu saya pajang di meja belajar. Rasa cinta kasih yang selalu membuat kedua bola mata ini berlinang mengingat beratnya godaan dunia yang kelak akan dijumpai adik wanita tercantik yang selalu saya cintai. Rasa cinta kasih yang selalu mendorong saya untuk memohon kepada Sang Mahacinta untuk senantiasa menjaga dan menyayangi kedua wanita yang sangat saya sayangi tersebut, apabila saya dipanggil oleh-Nya terlebih dahulu.