Berikut ini Kuliah WA dari pak Iwan Novarian :
Ada anak ndeso lulusan SMP bernama Darmanto,
yang kini jadi national internet expert dan berkantor dari rumahnya di desa Kranggil,
Pemalang. Yang kedua, Afidz, lulusan SMP yang jadi juragan soto Lamongan dan
bertekad segera mengumrohkan orang tuanya ke tanah suci.
Di sisi lain, kita acap melihat anak muda lulusan S1 bahkan S2 yang masih
menganggur. Atau juga sudah bekerja namun dengan penghasilan pas-pasan. Bulan
masih tanggal 9, gaji sudah habis. Pening deh kepala.
Pertanyaannya : kenapa bisa begitu? Kenapa anak lulusan SMP bisa lebih
makmur dibanding lulusan S2? Sajian pagi ini akan menelisiknya dengan gurih dan
merenyahkan.
Memang tak jarang kita melihat pemandangan yang paradoksal seperti itu :
saat orang-orang yang hanya lulusan SMP bisa begitu sukses, sementara ribuan
sarjana S1 dan bahkan S2 mengeluhkan tentang penghasilannya yang katanya tidak
mencukupi. Ketika saudaranya yang masih dalam lingkup satu institusi dinaikkan
sementara saudara lainnya tidak naik. Gelombang protes muncul dimana-mana.
Muncul istilah-istilah yang terkadang membuat kening ini berkerenyut. Anak
Tiri, Bawang Merah – Bawang Putih atau istilah lainnya yang membuat kita
tersenyum sendiri.
Setidaknya ada tiga elemen kunci yang barangkali bisa menjelaskan ironi
getir semacam itu. Yaitu : The Power of Kepepet , The Darkness of Gengsi dan
The Magic of Street Smart.
Faktor # 1 : The Power of Kepepet.
Mungkin orang-orang lulusan SMP itu bisa sangat sukses karena faktor
kepepet. Justru karena kepepet, mereka sukses. Justru karena kepepet, mereka
dipaksa melakukan something yang membuat mereka bisa melenting.
Sederhana saja, ijasah mereka hanyalah lulusan SMP. Dengan ijasah SMP,
perkerjaan bagus apa yang bisa diharapkan? Tak ada pilihan lain : jika mereka
ingin mengubah nasib lebih makmur, pilihannya adalah melakukannya dengan jalan
merintis usaha sendiri.
Mereka dipepet oleh keadaan : mau hidup miskin selamanya (karena sulit dapat
kerja dengan hanya
mengandalkan ijasah SMP) atau nekad membangun usaha sendiri yang berpotensi
sukses besar.
Orang dengan ijasah S1 dan S2 mungkin tidak punya faktor kepepet seperti itu
: ah, santai saja toh nanti saya pasti dapat pekerjaan. Dan begitu sudah dapat
pekerjaan (meski dengan gaji seadanya), tetap tidak ada “faktor yang me-mepet”
dirinya : ah meski gaji segini kan saya bisa tetap hidup oke.
Pelan-pelan, perasaan semacam itu membuatnya masuk ZONA NYAMAN (COMFORT
ZONE). Dan persis disitu, faktor kepepet menjadi mati. Itulah sebabnya tidak
banyak PNS yang berani Resign untuk mengambil keputusan besar meraih kesuksesan
YANG LEBIH BESAR. Karena COMFORT ZONE telah merasuk kedalam jiwa dan
sanubarinya yang paling dalam. Jadi PNS saja sudah alhamdulillah. Gak usah
neko-neko. Nggolek dunyo gak ono entek e. Nek metu juga durung karuan. Nek gak
nduwe duit yo nyilih koperasi sih entuk. Bank-Bank juga gelem karo SK PNS kok.
He he he he... Hidup itu pilihan. Itulah bahasa penolakan yang sering kita
dengar.
Padahal seperti yang kita lihat, faktor kepepet justru yang bisa memaksa
orang – bahkan lulusan SMP sekalipun –untuk melakukan something extraordinary.
Kepepet karena tidak banyak pilihan mungkin bukan kutukan. Ia justru berkah
terselubung yang bisa membuat orang menapak jalan kesuksesan.
Faktor # 2 : The Darkness of Gengsi.
Orang-orang lulusan SMP mungkin tidak lagi punya gengsi. Lhah cuman lulusan
SMP, apa lagi yang mau dipamerkan. Namun justru karena itu mereka tidak merasa
rikuh untuk memulai usaha dari bawah sebawah-bawahnya : mulai dari pemulung
misalnya, sebelum pelan-pelan merangkak menjadi juragan barang bekas.
Dan kisah orang sukses lulusan SMP banyak bermula dari jalur marginal
seperti itu : mulai dari jualan gerobak bakso keliling di jalanan yang berdebu
hingga punya 70 cabang. Mulai dari kuli keceh sablon hingga punya pabrik kaos
sendiri.
Lulusan S2 dan S2 mungkin tidak punya keberanian seperti itu. Lhah saya kan
lulusan S2, masak suruh dorong gerobak soto lamongan. Lhah, masak saya harus
keliling kepasar-pasar
jualan kaos, kan saya sudah sekolah S1 susah-susah,bayarnya mahal lagi. Apa kata dunia?? (Dunia ndasmu le).
jualan kaos, kan saya sudah sekolah S1 susah-susah,bayarnya mahal lagi. Apa kata dunia?? (Dunia ndasmu le).
Dan persis mentalitas gengsi seperti itu yang barangkali membuat banyak
lulusan S1 dan S2 menjadi yah, gitu-gitu deh nasib hidupnya.
Orang lulusan SMP tidak punya mentalitas gengsi seperti itu. Mereka mau
berkeringat di jalanan yang panas dan berdebu, demi merintis impiannya menjadi
juragan yang makmur dan kaya.
Faktor # 3 : The Magic of Street Smart.
Orang-orang lulusan SMP yang tak punya kemewahan berupa ijasah perguruan
tinggi itu, mungkin dipaksa belajar dari kerasnya kehidupan di jalanan. Dari
kerja keras mereka di jalanan yang panas dan berdebu dan penuh lika liku. Dan
dari kerja keras di jalanan yang berdebu itu mungkin anak lulusan SMP tadi
justru bisa mengenal “ilmu street smart” – KECERDASAN JALANAN yang tak akan
pernah bisa diperoleh oleh para lulusan S1 dan bahkan S2 dari ruang kuliah yang
acap “berjarak dengan realitas”.
Street smart yang mereka dapatkan dari jalanan itu pelanpelan kemudian bisa
membuat mereka benar-benar lebih cerdas dibanding lulusan S1 dan bahkan S1;
meski Cuma lulusan SMP.
Anak lulusan SMP yang langsung berjualan gerobak soto Lamongan mungkin bisa
lebih cerdas tentang “ilmu pemasaran dan manajemen pelayanan pelanggan”
dibanding anak-anak lulusan S1 yang sok belajar teori tentang customer service
atau branding strategy (sic!).
Street smart barangkali yang ikut menjelmakan orangorang lulusan SMP untuk
merajut jalan hidup sukses yang penuh kemakmuran.
Demikianlah, tiga elemen kunci yang boleh jadi merupakan pemicu kenapa
lulusan SMP bisa lebih sukses dibanding lulusan S1 dan S2 :
The Power of kepepet,
The Darkness of gengsi dan
The Magic of street smart.
The Darkness of gengsi dan
The Magic of street smart.
Redefine your future life. Renovate your future destiny.
Selamat Pagi.
Selamat Beraktivitas.
Semoga Segala Aktivitas kita hari ini bernilai ibadah disisi Nya. Amiiiin.
Selamat Pagi.
Selamat Beraktivitas.
Semoga Segala Aktivitas kita hari ini bernilai ibadah disisi Nya. Amiiiin.
#penulis: dwiprahoroirianto. . . .
(Saya Copy Paste dari sebuah halaman Facebook)
0 komentar :
Posting Komentar
tinggalkan jejak anda::::