Selasa, 08 Januari 2013

[Makalah] MEMBUAT PENDANAAN MIKRO BERPIHAK KEPADA KAUM MISKIN




I.                   LATAR BELAKANG

Salah satu hambatan tersebar yang dihadapi kaum miskin adalah akses untuk mendapatkan pinjaman (kredit). Bagi pedagang kaki lima yang miskin di daerah perkotaan, akses untuk mendapatkan kredit dapat menciptakan peluang untuk menumpuk persediaan yang lebih besar, sehingga ketika ada pelanggan yang ingin membelinya barang itu siap tersedia,  dan akhirnya membuat pedagang kaki lima yang tadinya mangkal di pinggir jalan menjadi pedagang yang lebih sukses. Grameen Bank Of Bangladesh adalah salah satu contoh yang sangat baik bagaimana kredit dapat diberikan kepada kaum miskin sambil meminimisasi risiko bahwa sumber daya tersebut akan sia – sia.
Tidak ada yang lebih mengesankan dari Prof Muhammad Yunus (peraih Hadiah Nobel bidang ekonomi tahun 2006), selain pesannya kepada masyarakat miskin di Bangladesh tentang apa yang ia kerjakan sekarang ini adalah agar generasi yang akan datang mengetahui. Bahwa dengan tumbuh dan Berkembangnya Grameen Bank (Bank pedesaaaan), Kemiskinan pada suatu saat nanti hanya mungkin ditemui di musium. Tekad yang begitu tegar dari seorang ekonom dengan latar belakang pendidikan ekonomi dinegara paling liberal Amerika serikat tersebut, sangat mencengangkan para ekonom dari sebagian besar negara maju. Tetapi ide yang dikemukakan dan dilaksanakan secara konsekwen oleh Profesor Yunus ternyata didukung oleh banyak kalangan, baik pemerintahan maupun swasta, termasuk dari bekas Presiden Amerika serikat Bill Clinton. Bahkan Nyonya Hilary Clinton pada tahun 1997 berkenan menjadi ketua presidium pengembanganm Grameen Bank untuk Negara Bagian Arkansas.
Grameen Bank terlahir dari rasa keputus-asaan Yunus atas teori ekonomi yang muluk-muluk tetapi tidak menyentuh kemiskinan, dan atas keengganan lembaga keungan formal terutama perbankan untuk memberikan kredit bagi kelompok miskin yang dinilai tidak potensial untuk menjadi nasabah Bank. Dari hasil pengamatannya selama tahun 1975 s/d 1976 Yunus menyimpulkan bahwa kemiskinan bukan karena mereka malas dan bodoh, tetapi karena masalah mendasar dalam system (kemiskinan structural), yaitu mereka tidak memiliki modal, sedangkan untuk meminjam kepada lembaga perkreditan formal mereka terbentur pada masalah agunan. Pada waktu pengamatan berikutnya Yunus mengetahui bahwa ada jaminan yang lebih berharga dari anggunan dalam kehidupan kelompok miskin yaitu Social capital. Selain itu ia berkeyakinan bahwa kelompok miskin mempunyai kemampuan terpendam untuk mempertahankan hidup dan ini telah dibuktikan dengan eksistensi mereka dari generasi ke generasi.
Dari uraian di atas merupakan salah satu kasus yang akan kami bahas dalam diskusi kali ini, uraian di atas menggambarkan bagaimana mengatasi kemiskinan yang terjadi di Bangladesh. Dan kami juga akan menguraikan bagaimana kebijakan Grameen Bank dalam mengatasi kemiskinan yang bertujuan untuk pembangunan dan kesehjatraan masyarakat Bangladesh, dan ditambah dengan uraian tentang PT Bakrie Microfinance Indonesia (BMF) yang mengadopsi pola Grameen Bank. 

 PEMBAHASAN
 
A.    Grameen Bank (GB)
Yunus betekat untuk membangun Bank yang mau memberikan modal bagi kelompok miskin, dimulai dengan proyek percobaaan kredit mikro, yang berhasil mengangkat 500 orang anggotanya untuk melewati garis kemiskinan. Keberhasilan proyeknya memberanikan Yunus melobi Bank Central Bangladesh. Pada tahun 1979 Bank central menyanggupi untuk memberikan pinjaman modal awal bagi Bank yang akan dibangunnya yaitu Grameen Bank.
Dalam perkembangannya grammen Bank mendapat tambahan modal baik berupa pinjaman maupun Hibah dari berbagai pihak seperti Bank dunia, USAID, IFAD dan bank-bank swasta. Sampai dengan akhir tahun 2005 Gramen Bank telah mempunyai cabang sebanyak 1175 di 41.000 desa, dengan total anggota lebih dari 2 juta orang. Demikian juga dana yang telah disalurkan selama 24 tahun secara kumulatif mencapai lebih kurang US $ 2 Miliar , atau lebih kurang 84 Juta US $ per tahun. Jumlah modal yang dimiliki Grament Bank juga berkembang menjadi US $ 163,2 juta, dimana 92 % nya adalah milik anggota.
Dr Yunus menyatakan  Grameen Bank adalah perusahaan kapitalis sadar sosial sesuai tiga prinsip – prinsip berikut ini :
  • Pinjaman itu harus dibayar tepat waktu
  • Hanya penduduk desa termiskin (pemilik tanah) yang memenuhi syarat pinjaman
  • Pinjaman terutama adalah untuk perempuan,karena perempuan secara social dan ekonomi yang paling miskin,dank arena penerima manfaat langsung pinjaman kepada perempuan pada umumnya mereka anak – anak.
Grameen Bank bukanlah bank konvensional yang hanya berhubungan dengan nasabah secara vertikal dan terbatas dari aspek ekonomi, tetapi Bank yang dibangun oleh Profesor Yunus ini bersifat multidimensional dari segala aspek kehidupan kelompok miskin, serta memasukan unsur social budaya kedalammya. Hubungan bank dengan calon anggotanya dimulai dengan penyuluhan, yang dilanjutkan dengan pendidikan (termasuk mengajari membaca dan menulis) dan pelatihan. Setelah itu baru dilakukan penandatanganan perjanjian atau kesepakatan yang terdiri dari 16 butir. Dalam perjanjian ini ditekankan peminjam agar mengutamakan kepentingan usaha dan peningkatan kesejahteraan keluarga.
Nasabah yang disebut sebagai anggota dikelompokan, dimana setiap kelompok terdiri dari lima orang, berikutnya setiap 8 (delapan) kelompok digabungkan dalam satu senter (pusat), yang setiap minggu berkumpul pada suatu tempat untuk mencicil kredit dan membahas masalah usaha dari masing – masing anggota kelompok. Profesor Yunus telah menetapkan lima tolok ukur keberhasilan usaha grameen bank, yang sekaligus juga mengukur keberhasilan suatu cabang grameen Bank yaitu ;
  • Kemampuan mengangkat semua anggotanya keluar dari kemiskinan dalam suatu priode tertentu. Untuk tolok ukur ini Grameen Bank akan memberikan satu bintang berwarna merah bagi cabang yang berhasil untuk melaksanakannya
  • Kalau suatu cabang mampu mengembalikan seluruh pinjaman anggotanya dalam suatu periode akan diberikan bintang berwarna hijau
  • Kalau suatu cabang memperoleh keuntungan atau sisa biaya operasional, maka akan mendapatkan bintang berwarna biru.
  • Bintang berwarna coklat akan diberikan kepada suatu cabang yang semua anak anggotanya berhasil menyelesaikan sekolah ditingkat sekolah dasar dan ;
  • Bintang berwarna ungu akan diberikan kepada suatu cabang yang berhasil mengumpulkan simpanan lebih besar dari pinjaman
Dengan kelima tolok ukur tersebut terlihat bahwa Grameen Bank dengan kriteria keberhasilan yang lebih diarahkan pada kesejahteraan anggota, adalah benar-benar berbeda dengan Bank konvensional yang berorientasi pada profit. Oleh karena Grameen Bank mengutamakan orang yang termiskin diantara kelompok orang miskin, maka system pemberian kredit pada tiap kelompok dimulai dengan memilih dua orang yang termiskin dari kelompok tersebut. Setelah 10 minggu 2 orang pertama tersebut mendapatkan kredit dan cicilannya lancar, maka 2 orang berikutnya akan mendapatkan kredit. Ketentuan ini menyebabkan semua anggota kelompok mengawasi dan bertanggung jawab atas penggunaan kredit. Setelah 10 minggu kemudian jika pengembaliannya lancar satu orang terakhir yaitu ketua kelompok baru mendapatkan pinjaman kredit. Jika pembayaran kredit berjalan lancar sampai dengan selesai, maka plafon kredit akan dinaikan sebesar jumlah simpanan kelompok dan cicilan saham yang dibayar anggota. Semakin lancar pinjaman dan pengembaliannya maka akan semakin besar jumlah simpanan anggota dan semakin besar pula plafon kredit yang disediakan untuk kelompok tersebut. Oleh karena Grameen Bank tidak meminta agunan maka dukungan dan tekanan kelompok secara efektif berfungsi sebagai jaminan/agunan.
Sejalan dengan tuntutan kepentingan usaha anggota yang semakin berkembang maka untuk mengatasi beberapa kendala oerasional Grameen Bank menyempurnakan pola usahanya dan pola yang disempurnakan tersebut dinakan pola Grammen Bank II atau Pola GGS (Grameen Global System). Perbedaan GGS dengan pendahulunya GCS (Grameen Clasic System) terutama terletak pada usaha mengatasi ketidak mampuan anggota untuk membayar cicilan disebabkan oleh berbagai hal. Dengan Pola GGS anggota dapat menjadualkan kembali hutang-hutangnya jika yang bersangkutan karena satu dan lain hal tidak mampu membayar cicilan yang telah ditetapkan sebelumnya. Disini dikenal istilah perpindahan jalur dari jalur cepat kejalur lambat bahkan mungkin kejalur paling lambat dalam proses perpindahan jalur ini anggota dan kelompoknya dapat merundingkan dengan manajer lapangan.
Profesor Yunus bahwa Social capital merupakan modal awal dari kelompok miskin yang dapat dibangkitkan dengan pembentukan kelompok anggota yang mempunyai kesamaan dari aspek kemampuan usaha, latar belakang pendidikan dan tempat tinggal. Dari perannya yang demikian nampaknya Grameen Bank bukan hanya menjadi sumber permodalan bagi kelompok miskin,tetapi lebih dari itu lembaga ini berperan sebagai lembaga pendidikan, lembaga informasi dan lembaga kekerabatan dari para anggotanya. Oleh karena besarnya cicilan kredit ditentukan oleh kelompok/anggota maka Grameen Bank juga tidak berpangku tangan jika anggotanya mendapat kesulitan dalam berusaha yang secara langsung mempengaruhi kemampuan anggota untuk mencicil. Grameen Bank juga berperan dalam penyedian sarana produksi dan pengolahan melalui lembaga leasing yang dimiliki. Sedangkan dalam masalah pemasaran gramen Bank disamping memberikan keleluasaan bagi anggota untuk membayar cicilan pada waktu harga produknya rendah, juga menyediakan informasai harga dan Pasar.

                B.    PT Bakrie Microfinance Indonesia (BMF)

Di Indonesia sudah ada yang mengadopsi system dari Grameen Bank ini yaitu salah satunya PT Bakrie Microfinance Indonesia (BMF). Lembaga ini diluncurkan Rabu, 15 Desember 2010, di Desa Kalangsari, Karawang, Jawa Barat. Ini sebuah program kemanusiaan yang didirikan Kelompok Usaha Bakrie. BMF akan memberikan kredit tanpa agunan untuk masyarakat miskin atau prasejahtera. Kredit ini akan digunakan oleh masyarakat kecil untuk membangun usaha yang diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup mereka. BMF ditujukan untuk membantu mengentaskan kemiskinan melalui pemberdayaan masyarakat. Modal yang akan diberikan BMF sebesar USD100 atau sekitar Rp1 juta per orang. Pinjaman ini diberikan tanpa jaminan atau tanpa agunan dengan angsuran sangat ringan, sekitar Rp25 ribu per minggu. Penerima kredit ini adalah khusus para ibu atau kaum wanita. Ini merupakan kemiripan dari falsafah Grameen Bank, alasannya sama yaitu karena kaum wanita dinilai pandai mengatur keuangan. Mereka juga dinilai peduli terhadap keluarga, juga pendidikan anak – anaknya.
Dana yang dikembalikan akan diberikan kepada keluarga lainnya bila yang bersangkutan tidak memerlukan lagi. Namun, jika masih memerlukan pinjaman dan tertib dalam pengembalian dan penggunaannya, nasabah akan mendapat peningkatan pinjaman sebesar 20 persen. Nantinya, pinjaman akan bergulir dan menjangkau banyak keluarga prasejahtera. Bakrie Micro Finance tidak sekadar memberikan bantuan modal, namun juga akan memberikan bimbingan usaha dan penyuluhan pemberdayaan perempuan. Ini sangat dibutuhkan mereka karena ibu – ibu meminta diberikan penyuluhan mengenai pengelolaan keuangan dan kesehatan. Dan semuanya akan di berikan di kelompok masing – masing. BMF didirikan semata – mata demi membantu masyarakat. Karena itu, keuntungannya tidak akan dinikmati perusahaan, melainkan diputar di masyarakat untuk memberdayakan mereka. Ini adalah bagian dari komitmen Bakrie untuk membantu mensejahterakan masyarakat.
  
 KESIMPULAN

Aplikasi atau replikasi Grammeen Bank mungkin saja dapat dilakukan di Indonesia, karena Grameen Bank hanyalah bagaimana untuk mengentaskan masalah kemiskinan, dan ketika salah satu lembaga keuangan yang baru di Indonesia  yaitu PT Bakrie Microfinance Indonesia (BMF) maka di harapkan ini dapat menuntaskan kemiskinan yang terjadi di Indonesia.



REFERENSI

  • Todaro, Michael P. dan Smith Stephen C. (2006). Pembangunan Ekonomi Jilid 1. Penerbit Erlangga. Jakarta.


 



0 komentar :

Posting Komentar

tinggalkan jejak anda::::

Sekapur Sirih :::

Saya harus mengatakan bahwa isi blog ini mencerminkan pengetahuan dan kebijaksanaan kolektif.
Persis yang dikatakan oleh Goethe (
Johann Wolfgang von Goethe) dalam percakapannya dengan ilmuwan Swiss, Frederic Soret, Pada tanggal 17 Februari 1832 ::
"Siapakah saya ini? Apa yang telah saya lakukan? Saya telah mengumpulkan dan memanfaatkan segala sesuatu yang telah saya dengar dan saya alami. Karya saya telah disebarluaskan oleh ribuan orang yang berbeda-beda--> orang bijak dan bodoh, jenius dan dungu, tua dan muda. Mereka semua menawari saya keahlian dan cara hidup mereka masing-masing. Sering kali, saya ambil hasil-hasil yang dikembangkan orang lain. Karya saya adalah karya kolektif, dan membawa nama Goethe."