Betapa besar pengaruh dunia
bisnisterhadap denyut nadi perikehidupan masyarakat kian hari kian terasa.
Kepada mereka terhampar harapan besar untuk mengalirnya produk ataupun jasa
yang kian berkualitas dan terciptanya lapangan kerja baru. Dengan kata lain
kehadiran mereka mengusung obsesi berupa kehidupan dan taraf hidup yang lebih
baik bagi banyak orang. David C. Kohen, Profesor Sekolah Bisnis Harvad,
mengatakan dalam bukunya When Corporation Rule the World yang dikutip
oleh Harmanto Edy Djatmiko dalam majalah SWA edisi 19 Desember 2005 bahwa dunia
bisinis selama setengah abad terakhir telah bertriwikrama menjadi institusi
paling berkuasa di planet ini. Kekuasaan pelaku bisnis yg begitu dominan
tersebut mau tidak mau pasti mengandung risiko yg tidak kecil karena sepak
terjang mereka terutama perusahaan yang telah meraksasa akan member dampak
signifikan terhadap kualitas tidak saja manusia sebagai individu dan kelompok,
juga terhadap lingkungan alam di jagat raya ini. Fenomena inilah yang kemudian
memunculkan diskursus atau wacana tentang tanggung jawab sosial perusahaan atau
corporate social responsibility (CSR), ada yang menyebutnya corporate
citizenship, bahkan sekarang ini ada yang menyebutnya sebagai corporate
philanthropy.
Sepanjang yang dapat ditangkap kesan
yang muncul tentang corporate social responsibility atau tanggung jawab
sosial perusahaan selama ini adalah berupa aksi-aksi bagi sumbangan untuk kaum
miskin, korban bencana alam, pemberantasan penyakit menular, atau pendidikan
anak kolong dan aktivitas lainnya yang mirip dengan itu. Sepertinya pelaku
bisnis melakukannya hanya sebagai kewajiban akibat tekanan pihak lain atau
hanya sekadar basa-basi dan apa yang dibuat itu untuk kepentingan publikasi karena
ditampilkan di televisi yang dilengkapi dengan iklan testemoni. Tampaknya
praktik CSR itu ekspresi kepedulian yang sengaja “diumumkan”. Jadi perusahaan
melakukan CSR itu lebih banyak karena kesungkanan ataupun basa-basi. Belum
banyak pelaku bisnis yang memaknai CSR tersebut sebagai sesuatu yang strategis
sehingga tidak menempatkannya dalam jantung strategi perusahaan. Masih banyak
yang menganggapnya sebagai liabilitas daripada aset yang akan menjadi daya
dukung keunggulan dalam bersaing.
Begitu pentingnya CSR bagi perusahaan
terutama yang sudah berkelas multinasional ditegaskan oleh Craig Smith. Dia
menawarkan pendekatan yang lebih anyar tentang CSR berupa The New Corporate
Philantropy. Menurutnya aktivitas CSR harus disikapi secara strategis
dengan melakukan aligment inisiatif CSR dengan strategi perusahaan –
pembentukan budaya organisasi perumusan visi, misi, dan tujuan bisnis
pengambilan isu yang relevan dengan produk inti dan pasar inti, membangun
identitas mereka bahkan menggaet segmen pasar yang baru dan memporakporandakan
pesaing. Michael Porter yang mahaguru strategi itu juga memilik perspektif yang
sama tentang CSR. Dia meyakinkan para pelaku bisnis bahwa aktivitas CSR harus
menjadi jantung strategi perusahaan dan ketika itu dilakukan dengan sunguh –
sungguh akan menjadi sumber keunggulan bersaing yang sangat powerpul.
Selanjutnya Philip Kotler dan Nancy Lee dalam bukunya Corporate Social
Responsibility, Doing the Most Good for Your Company and Your Cause
mengatakan bahwa kegiatan CSR mestilah berada pada koridor strategi perusahaan
yang diarahkan untuk meraih bottom-line business goal, di
antaranya mendongkrak penjualan dan segmen pasar; membangun potitioning merek;
menarik, memotivasi, serta membangun loyalitas pegawai mengurangi biaya
operasional sampai dengan membuat image korporat di pasar modal. Kotler
dan kawannya itu sejatinya ingin mengatakan bahwa CSR tidak lagi hanya sebagai
hiasan apalagi aktivitas yang termarginalkan, namun sudah merupakan nyawa
perusahaan. Tulisan ini antara lain ingin menguraikan perkembangan konsep
tanggung jawab sosial perusahaan dan betapa pentingnya para pelaku bisnis
memahami tanggung jawab tersebut. Di samping itu, akan diulas pula pendekatan,
manajemen, serta manfaat CSR.
0 komentar :
Posting Komentar
tinggalkan jejak anda::::