Dalam
melaksanakan pemeriksaan akuntan, akuntan publik memperoleh kepercayaan diri
dari klien dan para pemakai laporan keuangan untuk membuktikan kewajaran
laporan keuangan yang disusun dan disajikan oleh klien. Oleh karena itu, dalam
memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan yang diperiksa harus
bersikap independen terhadap kepentingan klien, para pemakai laporan keuangan,
maupun terhadap kepentingan akuntan publik itu sendiri. Salah satu karakter
yang sangat penting untuk profesi akuntan publik dalam melaksanakan pemeriksaan
akuntan (auditing) terhadap kliennya adalah independensi. Akuntan publik dapat
kehilangan independensinya jika mereka mempunyai kepentingan keuangan dan
hubungan usaha dengan klien yang diaudit.
Christiawan (2002)
mengungkapkan bahwa :
“Independen berarti akuntan publik tidak mudah
dipengaruhi. Akuntan publik tidak dibenarkan memihak kepentingan siapapun.
Akuntan publik berkewajiban untuk jujur tidak hanya kepada manajemen dan
pemilik perusahaan, namun juga kepada kreditur dan pihak lain yang meletakkan
kepercayaan atas pekerjaan akuntan publik”.
Pengertian independensi
menurut mulyadi (2002)
adalah :
“Sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak
dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain”.
Antle
(1984) dalam Mayangsari (2003) mendefinisikan :
“Independensi sebagai suatu hubungan antara akuntan
dan kliennya yang mempunyai sifat sedemikian rupa sehingga temuan dan laporan
yang diberikan auditor hanya dipengaruhi oleh bukti-bukti yang ditemukan dan
dikumpulkan sesuai dengan aturan atau prinsip-prinsip profesionalnya.”
Sedangkan
defenisi independensi dalam The CPA
Handbook menurut E.B. Wilcox dalam Alim, dkk (2007) :
“Independensi adalah merupakan suatu standar
auditing yang penting karena opini akuntan independen bertujuan untuk menambah
kredibilitas laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen”.
Dalam
Kode Etik Akuntan Publik disebutkan bahwa independensi adalah sikap yang
diharapkan dari seorang akuntan publik untuk tidak mempunyai kepentingan
pribadi dalam melaksanakan tugasnya, yang bertentangan dengan prinsip
integritas dan objektivitas.
Standar
Auditing Seksi 220.1 (SPAP : 2001) menyebutkan bahwa:
“Independen bagi seorang akuntan publik
artinya tidak mudah dipengaruhi karena ia melaksanakan pekerjaannya untuk
kepentingan umum. Oleh karena itu ia tidak dibenarkan memihak kepada siapapun,
sebab bagaimanapun sempurnanya keahlian teknis yang dimilikinya, ia akan
kehilangan sikap tidak memihak yang justru sangat diperlukan untuk mempertahankan
kebebasan pendapatnya”.
Dalam melakukan pekerjaannya dengan sukses praktisi harus
memiliki pemahaman yang menyeluruh mengenai tekanan-tekanan dan faktor-faktor
yang mempengaruhi sifat dari kepentingan. Ada tiga dimensi yang mendukung tentang
pemahaman independensi adalah sebagai berikut:
1. Independensi pemrograman, kebebasan dari kontrol atau
pengaruh dalam pemilihan teknik dan prosedur audit dan didalam aplikasi audit.
Yang mensyaratkan bahwa auditor memiliki kebebasan untuk membuat program
sendiri, baik langkah-langkahnya, dan jumlah pekerjaan yang dilakukan.
2. Independensi penyelidikan, kebebasan dari kontrol atau
pengaruh dalam pemilihan aktifitas audit, hubungan pribadi, dan kebijakan
manajerial. Mensyaratkan tidak ada sumber informasi yang tertutup bagi auditor.
3. Indepedensi pelaporan, kebebasan dari kontrol atau
pengaruh yang semestinya tidak ada didalam laporan, yang ditunjukkan dengan
fakta pernyataan rekomendasi atau pendapat sebagai hasil dari audit.
Sikap
mental independen sama pentingnya dengan keahlian dalam bidang praktik
akuntansi dan prosedur audit yag dimiliki oleh setiap auditor. Auditor harus
independen dari setiap kewajiban atau independen dari pemilikan kepentingan
dalam perusahaan yang diauditnya. Disamping itu , auditor tidak hanya
berkewajiban mempertahankan sikap mental independen, tetapi ia harus pula
menghindari keadaan-keadaan yang dapat mengakibatkan masyarakat meragukan
independensinya (Mulyadi, 2002).
Penelitian
mengenai independensi sudah cukup banyak dilakukan baik itu dalam negeri maupun
luar negeri. Lavin (1976) meneliti tiga faktor yang mempengaruhi independensi
akuntan publik, yaitu :
1.
Ikatan keuangan dan hubungan
usaha dengan klien.
2.
Pemberian jasa lain
selain jasa audit kepada klien.
3.
Lamanya hubungan antara
akuntan publik dengan klien.
Shockley (1981) meneliti empat faktor yang
mempengaruhi independensi, yaitu :
1. Persaingan
antar akuntan publik.
2. Pemberian Pemberian jasa
konsultasi manajemen kepada klien.
3. Ukuran KAP.
4. Lamanya hubungan audit.
Penilaian masyarakat atas independensi
auditor independen bukan pada diri auditor secara keseluruhan. Oleh karenanya
apabila seorang auditor independen atau suatu Kantor Akuntan Publik lalai atau
gagal mempertahankan sikap independensinya, maka kemungkinan besar anggapan
masyarakat bahwa semua akuntan publik tidak independen. Kecurigaan tersebut
dapat berakibat berkurang atau hilangnya kredibilitas masyarakat terhadap jasa
audit profesi auditor independen. Akuntan publik dapat kehilangan independensi
jika mereka mempunyai kepentingan keuangan dan hubungan usaha dengan klien yang
diaudit.
0 komentar :
Posting Komentar
tinggalkan jejak anda::::