Senin, 03 Juni 2013

Independensi Dalam Audit



Dalam melaksanakan pemeriksaan akuntan, akuntan publik memperoleh kepercayaan diri dari klien dan para pemakai laporan keuangan untuk membuktikan kewajaran laporan keuangan yang disusun dan disajikan oleh klien. Oleh karena itu, dalam memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan yang diperiksa harus bersikap independen terhadap kepentingan klien, para pemakai laporan keuangan, maupun terhadap kepentingan akuntan publik itu sendiri. Salah satu karakter yang sangat penting untuk profesi akuntan publik dalam melaksanakan pemeriksaan akuntan (auditing) terhadap kliennya adalah independensi. Akuntan publik dapat kehilangan independensinya jika mereka mempunyai kepentingan keuangan dan hubungan usaha dengan klien yang diaudit.
Christiawan (2002) mengungkapkan bahwa :
“Independen berarti akuntan publik tidak mudah dipengaruhi. Akuntan publik tidak dibenarkan memihak kepentingan siapapun. Akuntan publik berkewajiban untuk jujur tidak hanya kepada manajemen dan pemilik perusahaan, namun juga kepada kreditur dan pihak lain yang meletakkan kepercayaan atas pekerjaan akuntan publik”.
Pengertian independensi menurut mulyadi (2002) adalah :
“Sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain”.
Antle (1984) dalam Mayangsari (2003) mendefinisikan :
“Independensi sebagai suatu hubungan antara akuntan dan kliennya yang mempunyai sifat sedemikian rupa sehingga temuan dan laporan yang diberikan auditor hanya dipengaruhi oleh bukti-bukti yang ditemukan dan dikumpulkan sesuai dengan aturan atau prinsip-prinsip profesionalnya.”
Sedangkan defenisi independensi dalam The CPA Handbook menurut E.B. Wilcox dalam Alim, dkk (2007) :
“Independensi adalah merupakan suatu standar auditing yang penting karena opini akuntan independen bertujuan untuk menambah kredibilitas laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen”.
Dalam Kode Etik Akuntan Publik disebutkan bahwa independensi adalah sikap yang diharapkan dari seorang akuntan publik untuk tidak mempunyai kepentingan pribadi dalam melaksanakan tugasnya, yang bertentangan dengan prinsip integritas dan objektivitas.
Standar Auditing Seksi 220.1 (SPAP : 2001) menyebutkan bahwa:
Independen bagi seorang akuntan publik artinya tidak mudah dipengaruhi karena ia melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum. Oleh karena itu ia tidak dibenarkan memihak kepada siapapun, sebab bagaimanapun sempurnanya keahlian teknis yang dimilikinya, ia akan kehilangan sikap tidak memihak yang justru sangat diperlukan untuk mempertahankan kebebasan pendapatnya.
Dalam melakukan pekerjaannya dengan sukses praktisi harus memiliki pemahaman yang menyeluruh mengenai tekanan-tekanan dan faktor-faktor yang mempengaruhi sifat dari kepentingan. Ada tiga dimensi yang mendukung tentang pemahaman independensi adalah sebagai berikut:
1.      Independensi pemrograman, kebebasan dari kontrol atau pengaruh dalam pemilihan teknik dan prosedur audit dan didalam aplikasi audit. Yang mensyaratkan bahwa auditor memiliki kebebasan untuk membuat program sendiri, baik langkah-langkahnya, dan jumlah pekerjaan yang dilakukan.
2.      Independensi penyelidikan, kebebasan dari kontrol atau pengaruh dalam pemilihan aktifitas audit, hubungan pribadi, dan kebijakan manajerial. Mensyaratkan tidak ada sumber informasi yang tertutup bagi auditor.
3.      Indepedensi pelaporan, kebebasan dari kontrol atau pengaruh yang semestinya tidak ada didalam laporan, yang ditunjukkan dengan fakta pernyataan rekomendasi atau pendapat sebagai hasil dari audit.
Sikap mental independen sama pentingnya dengan keahlian dalam bidang praktik akuntansi dan prosedur audit yag dimiliki oleh setiap auditor. Auditor harus independen dari setiap kewajiban atau independen dari pemilikan kepentingan dalam perusahaan yang diauditnya. Disamping itu , auditor tidak hanya berkewajiban mempertahankan sikap mental independen, tetapi ia harus pula menghindari keadaan-keadaan yang dapat mengakibatkan masyarakat meragukan independensinya (Mulyadi, 2002).
Penelitian mengenai independensi sudah cukup banyak dilakukan baik itu dalam negeri maupun luar negeri. Lavin (1976) meneliti tiga faktor yang mempengaruhi independensi akuntan publik, yaitu :
1.      Ikatan keuangan dan hubungan usaha dengan klien.
2.      Pemberian jasa lain selain jasa audit kepada klien.
3.      Lamanya hubungan antara akuntan publik dengan klien.
Shockley (1981) meneliti empat faktor yang mempengaruhi independensi, yaitu :
1.      Persaingan antar akuntan publik.
2.      Pemberian Pemberian jasa konsultasi manajemen kepada klien.
3.      Ukuran KAP.
4.      Lamanya hubungan audit.
Penilaian masyarakat atas independensi auditor independen bukan pada diri auditor secara keseluruhan. Oleh karenanya apabila seorang auditor independen atau suatu Kantor Akuntan Publik lalai atau gagal mempertahankan sikap independensinya, maka kemungkinan besar anggapan masyarakat bahwa semua akuntan publik tidak independen. Kecurigaan tersebut dapat berakibat berkurang atau hilangnya kredibilitas masyarakat terhadap jasa audit profesi auditor independen. Akuntan publik dapat kehilangan independensi jika mereka mempunyai kepentingan keuangan dan hubungan usaha dengan klien yang diaudit.

0 komentar :

Posting Komentar

tinggalkan jejak anda::::

Sekapur Sirih :::

Saya harus mengatakan bahwa isi blog ini mencerminkan pengetahuan dan kebijaksanaan kolektif.
Persis yang dikatakan oleh Goethe (
Johann Wolfgang von Goethe) dalam percakapannya dengan ilmuwan Swiss, Frederic Soret, Pada tanggal 17 Februari 1832 ::
"Siapakah saya ini? Apa yang telah saya lakukan? Saya telah mengumpulkan dan memanfaatkan segala sesuatu yang telah saya dengar dan saya alami. Karya saya telah disebarluaskan oleh ribuan orang yang berbeda-beda--> orang bijak dan bodoh, jenius dan dungu, tua dan muda. Mereka semua menawari saya keahlian dan cara hidup mereka masing-masing. Sering kali, saya ambil hasil-hasil yang dikembangkan orang lain. Karya saya adalah karya kolektif, dan membawa nama Goethe."