Minggu, 31 Oktober 2010

Mantera Sakti

     Satu kekuatan lagi yang saya terimah setelah membaca sebuah novel yang sangat inspiratif dan membangkitkan semangat juang kepada siapapun yang membacanya. Itulah kenapa saya lebih menyukai membaca buku-buku yang bisa membangkitkan semangat dari pada buku-buku yang berkhayal tak tentu arah, mulai dari pertempuran, sampai ke Negeri anta beranta. Dari pada membaca itu lebih baik saya membaca buku sejarah saja yang orang banyak mengatakan kalau itu seni bernostalgia tapi menurut saya itu salah karena sejarah adalah ibrah, pelajaran yang bisa kita tarik ke masa sekarang untuk mempersiapkan masa depan yang lebih baik, atau membaca Buku standar pelaporan keuangan yang isinya itu sendiri di adopsi dari negeri adidaya dan karena kita bangsa Indonesia tak mau kalah maka punya standar sendiri walaupun nyontek standar bangsa lain. Ya sudahlah…



     Man jadda wajada…!!!!!, siapa yang bersungguh-sungguh akan berhasil. Itu bukan jargon tapi itu mantera sakti!!!. Lupakan Jargon “kita bisa…”. Ataupun “bersama kita bisa”, Itu hanya buaian janjian semata dari manusia yang lupa akan tanggung jawabnya. Man jadda wajada,, itulah slogan yang berubah jadi mantera yang tepat buat kita sekarang. Kita adalah bangsa yang setengah hati dalam melakukan apapun. Tidak ikhlas dalam melakukan tanggung jawab. Padahal sudah jelas kita tidak akan “bisa” kalau tidak bersungguh-sungguh. Sudah banyak contohnya, tidak usah jauh-jauh, ambil contoh diri ini sendiri. Belajar hanya waktu mau ujian saja itupun belajarnya malamnya sebelum ujian dimulai. Hahahuaha,,,(pengalaman pribadi). Memberi contoh pengalaman pribadi lebih baik dari pada saya mengambil contoh sikap pemimpin kita,,bisa-bisa saya ditangkap karena melanggar UU ITE. Lagian kita sama-sama tahu kok tentang sikap pemimpin kita itu, kalau kata dosen statistic, pemimpin kita itu Ridho Rhoma, lain pula kata dosen MK saya yang berlabel Proffesor yang kini dia sudah menjadi dekan FE, kata dia kalau pemimpin kita itu “Rem”. hee,,,just kidding…

     Naa,, kalau sudah kayak contoh diatas maka slogan “kita bisa” ataupun “bersama kita bisa” pasti diterapkan. Yaaa… sudah sangat jelas ada kata-kata “kita”,,itu artinya kebersamaan dan ujung-ujungnya kerjasama saling mencontek serta dicontekkan. Posisi tempat duduk menentukan segalanya. Ck..Ck..Ckkk…Kisah nyata yang terinspirasi dari keadaan terpepet!!!heee…

     Hayyo mulai dari sekarang kita jangan jadi diri sendiri,,kalau diri kita sendiri pemalas, tak bertanggung jawab maka untuk apa kita jadi diri sendiri lagi (ingat yang saya katakan tentang “sejarah”). Saatnya kita berubah sedikit-demi sedikit menjadi sosok yang kita inginkan. Belajar dari sejarah hidup kita sendiri, untuk menjadi yang lebih baik. Ingat!!!,,hidup hanya sekali, hiduplah yang berarti dan jangan lupa mantera yang saya berikan tadi.

Pasang niat kuat:: Bismillah,,man jaddah wajada!!!!!

Berusa keras:: Man thalabal ‘ula sahiral layali,,siapa yang ingin mendapatkan kemuliaan maka bekerjalah sampai jauh malam,,, Ajtahidu fauqa mustawal akhar,, berjuang diatas rata-rata usaha orang lain.

Sabar:: Man shabara Zhafira,,siapa yang bersabar maka akan beruntung.

Berdoa Khusyuk:: Allahumma zidna ilman war zuqna fahman,,Tuhan tambahkan ilmu kami dan anugerahkanlah pemahaman.


     Pasang niat kuat, berusaha keras, sabar dan berdoa khusyuk. Lambat laun apa yang kalian perjuangkan akan berhasil, Innaallah Maa’na, tuhan bersama kita. Salam suksesssss…..!!!



NB:: Thanks A. Fuadi,,karyamu akan selalu saya tungguh,, sama seperti saya menungguh karya Paulo Coelho dan Andrea Hirata…Keep up the good work!!!!

Rating: 5 

0 komentar :

Posting Komentar

tinggalkan jejak anda::::

Sekapur Sirih :::

Saya harus mengatakan bahwa isi blog ini mencerminkan pengetahuan dan kebijaksanaan kolektif.
Persis yang dikatakan oleh Goethe (
Johann Wolfgang von Goethe) dalam percakapannya dengan ilmuwan Swiss, Frederic Soret, Pada tanggal 17 Februari 1832 ::
"Siapakah saya ini? Apa yang telah saya lakukan? Saya telah mengumpulkan dan memanfaatkan segala sesuatu yang telah saya dengar dan saya alami. Karya saya telah disebarluaskan oleh ribuan orang yang berbeda-beda--> orang bijak dan bodoh, jenius dan dungu, tua dan muda. Mereka semua menawari saya keahlian dan cara hidup mereka masing-masing. Sering kali, saya ambil hasil-hasil yang dikembangkan orang lain. Karya saya adalah karya kolektif, dan membawa nama Goethe."