Kamis, 16 Juni 2011

Ulasan dan Dampak Adanya UU PDRD NO. 28 Tahun 2009 Terhadap Otonomi Daerah

Pajak Daerah adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Retribusi Daerah adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau Badan. 

Undang-undang pajak daerah dan retribusi daerah telah diganti sebanyak dua kali. Yang pertama pada tahun 2000 dan yang ke dua pada tahun 2009. Pada tanggal 18 Agustus 2009, Rancangan Undang-undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (RUU PDRD) menjadi Undang-undang, sebagai pengganti dari Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 dan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 telah disetujui dan disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
Pada tanggal 15 September 2009 telah disahkan Undang-Undang No 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang berlaku mulai 1 Januari 2010. Undang-undang ini mengatur mengenai pemungutan pajak dan retribusi oleh Pemerintah Daerah di wilayahnya. Yang paling mencolok dalam perubahan undang-undang ini adalah adanya pengalihan 2 (dua) jenis pajak pusat, yaitu PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) sektor pedesaan dan perkotaan, dan BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan). Dimana pada kesempatan kali ini saya akan membahas jenis yang kedua, BPHTB.

Diberlakukannya UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah untuk menyesuaikan kebijakan otonomi daerah sebagaimana diatur dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang PEMDA sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas UU PEMDA dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
·         Tujuan perubahan Undang-Undang No 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah :

1.      Memperbaiki sistim pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah.
2.      Penguatan perpajakan daerah (local taxing empowerment)
3.       Meningkatkan efektivitas pengawasan pungutan daerah
4.       Menyempurnakan pengelolaan pajak daerah dan retribusi daerah 

Sebagaimana diketahui, Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD) mengamanatkan bahwa, PBB sektor Perdesaan dan Perkotaan akan dikelola oleh Pemerintah Daerah paling lambat mulai bulan Januari 2014, sedangkan BPHTB dikelola oleh Pemerintah Daerah mulai Januari 2011.  Di kalangan praktisi PBB termasuk pencermatan dari widyaiswara Pusdiklat Pajak  yang kompetensinya mengajar materi PBB dan BPHTB, terdapat beberapa pasal yang menggelitik untuk dikomentari antara lain pasal 81, pasal 87 ayat (4) dan pasal 90 ayat (1) huruf d beserta penjelasan dari  masing-masing pasal tersebut.
·         Adapun tujuan dari Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah sebagai   berikut:
  1. Memberikan kewenangan yang lebih besar kepada daerah dalam perpajakan dan
    retribusi sejalan dengan semakin besarnya tanggung jawab Daerah dalam
    penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat.
  2. Meningkatkan akuntabilitas daerah dalam penyediaan layanan dan
    penyelenggaraan pemerintahan dan sekaligus memperkuat otonomi daerah.
  3. Memberikan kepastian bagi dunia usaha mengenai jenis-jenis pungutan daerah
    dan sekaligus memperkuat dasar hukum pemungutan pajak daerah dan retribusi
    daerah.

·         Beberapa prinsip tentang pengaturan pajak derah dan retribusi daerah yang dipergunakan di dalam penyusunan UU tentang pajak daerah dan retribusi daerah yaitu:
  1. Pemberian kewenangan pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah tidak
    terlalu membebani rakyat dan relatif netral terhadap fiskal nasional.
  2. Jenis pajak dan retribusi yang dapat dipungut oleh daerah hanya yang ditetapkan
    dalam Undang-undang (Closed-List).
  3. Pemberian kewenangan kepada daerah untuk menetapkan tarif pajak daerah dalam batas tarif minimum dan maksimum yang ditetapkan dalam Undang-undang.
  4. Pemerintah daerah dapat tidak memungut jenis pajak dan retribusi yang tercantum
    dalam undang-undang sesuai kebijakan pemerintahan daerah.
  5. Pengawasan pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah dilakukan secara
    preventif dan korektif. Rancangan Peraturan Daerah yang mengatur pajak dan
    retribusi harus mendapat persetujuan Pemerintah sebelum ditetapkan menjadi
    Perda. Pelanggaran terhadap aturan tersebut dikenakan sanksi.
·         Materi-materi yang ada di dalam Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 ini antara lain :
1.   Penambahan jenis pajak daerah,
Undang-Undang ini terdapat pembagian jenis pajak yang terlihat pada BAB II Bagian kesatu tentang jenis pajak. Pajak disini dibedakan menjadi dua, pajak provinsi dan kabupaten/kota. Pajak provinsi pada UU Nomor 28 tahun 2009 dibagi lagi menjadi lima jenis pajak, Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar Bermotor, Pajak Air Permukaan dan Pajak Rokok. Jika dilihat dengan UU sebelumnya nomor 24 tahun 2000 maka pajak provinsi hanya dibagi menjadi empat dan yang tidak ada hanya Pajak Rokok.
Berdasarkan UU nomor 28 tahun 2009 pajak kabupaten/kota dibagi menjadi beberapa sebagai berikut, Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Mineral bukan Logam dan Batuan, Pajak Parkir, Pajak Air Tanah, Pajak Sarang Burung Walet, Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, dan Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Jika dibandingkan dengan UU nomor 24 tahun 2000 maka terdapat perbedaan karena pada UU ini tidak terdapat pajak PBB Perdesaan dan Perkotaan, BPHTB, dan Pajak Sarang Burung Walet. Terdapat tiga pajak tambahan di UU nomor 28 tahun 2009.
Terkait dengan item pajak provinsi pada UU nomor 28 tahun 2009 yaitu Pajak Rokok, ini dikenakan atas cukai rokok yang ditetapkan oleh pemerintah. Hasil penerimaan Pajak Rokok tersebut sebesar 70% dibagihasilkan kepada kabupaten/kota di provinsi yang bersangkutan. Penerimaan Pajak Rokok tersebut dialokasian minimal 50% untuk mendanai pelayanan kesehatan (pembangunan/pengadaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana unit pelayanan kesehatan, penyediaan sarana umum yang memadai bagi perokok (smoking area), kegiatan memasyarakatkan tentang bahaya merokok, dan iklan layanan masyarakat mengenai bahaya merokok) serta penegakan hukum (pemberantasan peredaran rokok ilegal dan penegakan aturan mengenai larangan merokok).
Dalam pajak kabupaten/kota antara UU tahun 2009 dengan UU tahun 2000 tentang pajak daerah dan retribusi daerah juga terdapat perbedaan, ini karena pada UU tahun 2009 terdapat tambahan beberapa pajak antara lain PBB Perdesaan dan Perkotaan, BPHTB, dan Pajak Sarang Burung Walet. PBB Perdesaan dan Perkotaan mempunyai maksud untuk meningkatkan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah, khusus PBB Sektor Perdesaan dan Perkotaan dialihkan menjadi pajak daerah. Sedangkan PBB Sektor Perkebunan, Perhutanan, dan Pertambangan masih merupakan pajak pusat.
Dengan dijadikannya PBB Perdesaan dan Perkotaan menjadi pajak daerah, maka penerimaan jenis pajak ini akan diperhitungkan sebagai pendapatan asli daerah (PAD). Ini juga yang menjawab munculnya BPHTB di kabupaten/kotadialihkan ke kabupaten/kota. Pajak Sarang Burung Walet merupakan jenis pajak daerah baru, yang dapat dipungut oleh daerah untuk memperoleh manfaat ekonomis dari keberadaan dan perkembangan sarang burung walet di wilayahnya. Bagi daerah yang memiliki potensi sarang burung walet yang besar akan dapat meningkatkan PAD.
2.   Penambahan Jenis Retribusi Daerah
Terdapat penambahan 4 jenis retribusi daerah pada UU Nomor 28 Tahun 2009, yaitu Retribusi Tera/ Tera Ulang, Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi, Retribusi Pelayanan Pendidikan, dan Retribusi Izin Usaha Perikanan. Dengan penambahan ini, secara keseluruhan terdapat 30 jenis retribusi yang dapat dipungut oleh daerah yang dikelompokkan ke dalam 3 golongan retribusi, yaitu retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha, dan retribusi perizinan tertentu (terdapat pada UU nomor 28 tahun 2009 BAB VI tentang retribusi bagian kedua pasal 110).
Retribusi Tera/Tera Ulang dimaksudkan untuk membiayai fungsi pengendalian terhadap penggunaan alat ukur, takar, timbang, dan perlengkapannya oleh masyarakat. Dengan pengendalian tersebut, alat ukur, takar, dan timbang akan berfungsi dengan baik, sehingga penggunaannya tidak merugikan masyarakat.
Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi ditujukan untuk meningkatkan pelayanan dan pengendalian daerah terhadap pembangunan dan pemeliharaan menara telekomunikasi. Dengan pengendalian ini, keberadaan menara telekomunikasi akan memenuhi aspek tata ruang, keamanan dan keselamatan, keindahan dan sekaligus memberikan kepastian bagi pengusaha. Untuk menjamin agar pungutan daerah tidak berlebihan, tarif retribusi pengendalian menara telekomunikasi dirumuskan sedemikian rupa sehingga tidak melampaui 2% dari Nilai Jual Objek Pajak PBB menara telekomunikasi.
Retribusi Pelayanan Pendidikan dimaksudkan agar pelayanan pendidikan, di luar pendidikan dasar dan menengah, seperti pendidikan dan pelatihan untuk keahlian khusus yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah dapat dikenakan pungutan dan hasilnya digunakan untuk membiayai kesinambungan dan peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan. Dan Retribusi Izin Usaha Perikanan dimaksudkan agar pelayanan dan pengendalian kegiatan di bidang perikanan dapat terlaksana secara terus menerus dengan kualitas yang lebih baik.


3. Perluasan Basis Pajak Daerah.
Perluasan basis pajak daerah, antara lain adalah:
a.       PKB dan BBNKB, termasuk kendaraan pemerintah
b.      Pajak Hotel, mencakup seluruh persewaan di hotel, dan
c.       Pajak Restoran, termasuk katering/jasa boga.

4. Perluasan Basis Retribusi Daerah
Perluasan basis retribusi daerah dilakukan dengan mengoptimalkan pengenaan Retribusi Izin Gangguan, sehingga mencakup berbagai retribusi yang berkaitan dengan lingkungan yang selama ini telah dipungut, seperti :
a.       Retribusi Izin Pembuangan Limbah Cair
b.      Retribusi AMDAL
c.       Retribusi Pemeriksaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja.
5. Kenaikan Tarif Maksimum Pajak Daerah
Untuk memberi ruang gerak bagi daerah mengatur sistem perpajakannya dalam rangka peningkatan pendapatan dan peningkatan kualitas pelayanan, penghematan energi, dan pelestarian/perbaikan lingkungan, tarif maksimum beberapa jenis pajak daerah dinaikkan, antara lain:
a.       Tarif maksimum Pajak Kendaraan Bermotor, dinaikkan dari 5% menjadi 10%. Khusus untuk kendaraan pribadi dapat diterapkan tarif progresif.
b.      Tarif maksimum Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, dinaikkan dari 10% menjadi 20%.
c.       Tarif maksimum Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, dinaikkan dari 5% menjadi 10%. Khusus untuk kendaraan angkutan umum, tarif dapat ditetapkan lebih rendah.
d.      Tarif maksimum Pajak Parkir, dinaikkan dari 20% menjadi 30%.
e.       Tarif maksimum Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (sebelumnya Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C), dinaikkan dari 20% menjadi 25%.
6. Bagi Hasil Pajak Provinsi
Dalam rangka pemerataan pembangunan dan peningkatan kemampuan keuangan kabupaten/kota dalam membiayai fungsi pelayanan kepada masyarakat, pajak provinsi dibagihasilkan kepada kabupaten/kota, dengan proporsi sebagai berikut:
No.
Jenis Pajak
Provinsi
Kab/Kota
1
Pajak Kendaraan Bermotor
70%
30%
2
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
70%
30%
3
Pajak Bahan Bakar Kend. Bermotor
30%
70%
4
Pajak Air Permukaan
50%
50%
5
Pajak Rokok
30%
70%
7. Earmarking
Untuk meningkatkan kualitas pelayanan secara bertahap dan terus menerus dan sekaligus menciptakan good governance dan clean government, penerimaan beberapa jenis pajak daerah wajib dialokasikan (di-earmark) untuk mendanai pembangunan sarana dan prasarana yang secara langsung dapat dinikmati oleh pembayar pajak dan seluruh masyarakat. Pengaturan earmarking tersebut adalah:
a.       10% dari penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor wajib dialokasikan untuk pemeliharaan dan pembangunan jalan, serta peningkatan sarana transportasi umum.
b.      50% dari penerimaan pajak rokok dialokasikan untuk mendanai pelayanan kesehatan dan penegakan hukum.
c.       Sebagian penerimaan pajak penerangan jalan digunakan untuk penyediaan penerangan jalan.
Dengan penetapan UU PDRD ini, diharapkan struktur APBD menjadi lebih baik, iklim investasi di daerah menjadi lebih kondusif karena Perda-Perda pungutan daerah yang membebani masyarakat secara berlebihan dapat dihindari, serta memberikan kepastian hukum bagi semua pihak.
·         Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah Pasca diterbitkannya UU PDRB

Setelah adanya perubahan dalam pengaturan pajak daerah melalui Undang-Undang No 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, ada beberapa perubahan yang cukup signifikan yang berpengaruh pada hubungan keuangan pusat dan daerah, salah satunya adalah tentang pengalihan pajak sebelumnya di pungut pusat menjadi pajak daerah, yaitu PBB Perdesaan dan Perkotaan dan BPHTB (Bea Pengalihan Hak Atas tanah dan Bangunan). Bila sebelumnya PBB Perdesaan dan Perkotaan dan BPHTB ini di pungut pusat dan daerah mendapat bagi hasil dari PBB Persedaan dan Perkotaan dan BPHTB, maka sekarang setelah adanya Undang-Undang No.28 tahun 2009 ini dana bagi hasil untuk PBB Persedaan dan Perkotaan dan BPHTB tidak ada lagi, tinggal dana bagi hasil dari sumber daya alam (SDA) yang terdiri dari sektor kehutanan, pertambangan umum, minyak bumi dan gas alam, dan perikanan. Untuk itu dampak di sahkannya undang-undang pajak daerah dan retribusi daerah yang baru ini terhadap hubungan keuangan pusat dan daerah ini hanya pada masalah dana bagi hasil. tetapi walaupun ada dampak terhadap dana perimbangan (khususnya dalam hal dana bagi hasil) sampai saat ini belum ada revisi atau rencana revisi terhadap UU nomor 33 tahun 2004 tentang dana perimbangan, padahal undang-undang tersebut mengatur tentang dana hasil PBB Pedesaan dan Perkotaan dan BPHTB dan presentsenya. Sehingga walaupun PBB Perdesaan dan Perkotaan dan BPHTB telah menjadi pajak daerah, tetapi pengaturan tentang dana bagi hasil PBB Persedaan dan Perkotaan dan BPHTB belum dicabut sampai sekarang.

·         Implikasi Didaerah
a.       Daerah berlomba-lomba menambah jenis pungutan daerah untuk    meningkatkan PAD.
b.      Timbul banyak Pungutan Daerah yang ’bermasalah’:
            à Perda bertentangan dengan peraturan per-UU-an
            à Perda bertentangan dengan kepentingan umum
            à Perda yang sudah dibatalkan tetap dipungut
            à Pungutan didasarkan pada Keputusan Kepala Daerah
            à Pungutan tanpa dasar hukum
c.       Dampak:
            à Kepastian hukum kurang
            à Memberikan beban berlebihan bagi masyarakat
            à Menghambat kegiatan investasi di daerah
·         Dampak Sosial Dan Ekonomi
1. Menjamin ketersediaan anggaran untuk :
    a. pembangunan dan/atau pemeliharaan jalan serta 
        peningkatan moda dan sarana transportasi umum;
    b. meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat dan 
        penegakan hukum  dalam rangka pengawasan 
        peredaran rokok illegal.
2. Meningkatkan kepastian hukum.
3. Meningkatkan pelayanan publik à Masyarakat tidak  
    dipungut secara berlebihan
            4.    Menciptakan iklim investasi yang kondusif (business friendly).

Rating: 5  

0 komentar :

Posting Komentar

tinggalkan jejak anda::::

Sekapur Sirih :::

Saya harus mengatakan bahwa isi blog ini mencerminkan pengetahuan dan kebijaksanaan kolektif.
Persis yang dikatakan oleh Goethe (
Johann Wolfgang von Goethe) dalam percakapannya dengan ilmuwan Swiss, Frederic Soret, Pada tanggal 17 Februari 1832 ::
"Siapakah saya ini? Apa yang telah saya lakukan? Saya telah mengumpulkan dan memanfaatkan segala sesuatu yang telah saya dengar dan saya alami. Karya saya telah disebarluaskan oleh ribuan orang yang berbeda-beda--> orang bijak dan bodoh, jenius dan dungu, tua dan muda. Mereka semua menawari saya keahlian dan cara hidup mereka masing-masing. Sering kali, saya ambil hasil-hasil yang dikembangkan orang lain. Karya saya adalah karya kolektif, dan membawa nama Goethe."