Pajak Daerah adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang
oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,
dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan
Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Retribusi Daerah adalah
pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang
khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan
orang pribadi atau Badan.
Undang-undang pajak daerah dan retribusi daerah telah diganti sebanyak dua kali. Yang pertama pada tahun 2000 dan yang ke dua pada tahun 2009. Pada tanggal 18 Agustus 2009, Rancangan Undang-undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (RUU PDRD) menjadi Undang-undang, sebagai pengganti dari Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 dan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 telah disetujui dan disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
Pada tanggal 15 September 2009 telah disahkan Undang-Undang No 28 Tahun
2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang berlaku mulai 1 Januari
2010. Undang-undang ini mengatur mengenai pemungutan pajak dan
retribusi oleh Pemerintah Daerah di wilayahnya. Yang paling mencolok dalam
perubahan undang-undang ini adalah adanya pengalihan 2 (dua) jenis pajak pusat, yaitu
PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) sektor pedesaan dan perkotaan, dan BPHTB (Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan). Dimana pada kesempatan
kali ini saya akan membahas jenis yang kedua, BPHTB.
Diberlakukannya UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah
untuk menyesuaikan kebijakan otonomi daerah sebagaimana diatur dalam UU No. 32
Tahun 2004 tentang PEMDA sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan
UU No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas UU PEMDA dan Undang-Undang
Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah.
·
Tujuan
perubahan Undang-Undang No 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah :
1.
Memperbaiki sistim pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah.
2.
Penguatan perpajakan daerah (local taxing empowerment)
3.
Meningkatkan efektivitas
pengawasan pungutan daerah
4.
Menyempurnakan pengelolaan pajak
daerah dan retribusi daerah
Sebagaimana diketahui, Undang-undang Nomor 28 Tahun
2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD) mengamanatkan bahwa,
PBB sektor Perdesaan dan Perkotaan akan dikelola oleh Pemerintah Daerah paling
lambat mulai bulan Januari 2014, sedangkan BPHTB dikelola oleh Pemerintah
Daerah mulai Januari 2011. Di kalangan praktisi PBB termasuk pencermatan
dari widyaiswara Pusdiklat Pajak yang kompetensinya mengajar materi PBB
dan BPHTB, terdapat beberapa pasal yang menggelitik untuk dikomentari antara
lain pasal 81, pasal 87 ayat (4) dan pasal 90 ayat (1) huruf d beserta
penjelasan dari masing-masing pasal tersebut.
·
Adapun tujuan dari Undang-Undang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah adalah sebagai berikut:
- Memberikan kewenangan yang lebih besar kepada daerah dalam perpajakan danretribusi sejalan dengan semakin besarnya tanggung jawab Daerah dalampenyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat.
- Meningkatkan akuntabilitas daerah dalam penyediaan layanan danpenyelenggaraan pemerintahan dan sekaligus memperkuat otonomi daerah.
- Memberikan kepastian bagi dunia usaha mengenai jenis-jenis pungutan daerahdan sekaligus memperkuat dasar hukum pemungutan pajak daerah dan retribusidaerah.
·
Beberapa prinsip tentang pengaturan
pajak derah dan retribusi daerah yang dipergunakan di dalam penyusunan UU
tentang pajak daerah dan retribusi daerah yaitu:
- Pemberian
kewenangan pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah tidak
terlalu membebani rakyat dan relatif netral terhadap fiskal nasional. - Jenis pajak
dan retribusi yang dapat dipungut oleh daerah hanya yang ditetapkan
dalam Undang-undang (Closed-List). - Pemberian
kewenangan kepada daerah untuk menetapkan tarif pajak daerah dalam batas
tarif minimum dan maksimum yang ditetapkan dalam Undang-undang.
- Pemerintah
daerah dapat tidak memungut jenis pajak dan retribusi yang tercantum
dalam undang-undang sesuai kebijakan pemerintahan daerah. - Pengawasan
pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah dilakukan secara
preventif dan korektif. Rancangan Peraturan Daerah yang mengatur pajak dan
retribusi harus mendapat persetujuan Pemerintah sebelum ditetapkan menjadi
Perda. Pelanggaran terhadap aturan tersebut dikenakan sanksi.
·
Materi-materi yang ada di dalam
Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 ini antara lain :
1.
Penambahan
jenis pajak daerah,
Undang-Undang
ini terdapat pembagian jenis pajak yang terlihat pada BAB II Bagian kesatu
tentang jenis pajak. Pajak disini dibedakan menjadi dua, pajak provinsi dan
kabupaten/kota. Pajak provinsi pada UU Nomor 28 tahun 2009 dibagi lagi menjadi
lima jenis pajak, Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor,
Pajak Bahan Bakar Bermotor, Pajak Air Permukaan dan Pajak Rokok. Jika dilihat
dengan UU sebelumnya nomor 24 tahun 2000 maka pajak provinsi hanya dibagi
menjadi empat dan yang tidak ada hanya Pajak Rokok.
Berdasarkan UU
nomor 28 tahun 2009 pajak kabupaten/kota dibagi menjadi beberapa sebagai
berikut, Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak
Penerangan Jalan, Pajak Mineral bukan Logam dan Batuan, Pajak Parkir, Pajak Air
Tanah, Pajak Sarang Burung Walet, Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan
Perkotaan, dan Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Jika
dibandingkan dengan UU nomor 24 tahun 2000 maka terdapat perbedaan karena pada
UU ini tidak terdapat pajak PBB Perdesaan dan Perkotaan, BPHTB, dan Pajak
Sarang Burung Walet. Terdapat tiga pajak tambahan di UU nomor 28 tahun 2009.
Terkait dengan
item pajak provinsi pada UU nomor 28 tahun 2009 yaitu Pajak Rokok, ini
dikenakan atas cukai rokok yang ditetapkan oleh pemerintah. Hasil penerimaan
Pajak Rokok tersebut sebesar 70% dibagihasilkan kepada kabupaten/kota di
provinsi yang bersangkutan. Penerimaan Pajak Rokok tersebut dialokasian minimal
50% untuk mendanai pelayanan kesehatan (pembangunan/pengadaan dan pemeliharaan
sarana dan prasarana unit pelayanan kesehatan, penyediaan sarana umum yang
memadai bagi perokok (smoking area), kegiatan memasyarakatkan tentang bahaya merokok,
dan iklan layanan masyarakat mengenai bahaya merokok) serta penegakan hukum
(pemberantasan peredaran rokok ilegal dan penegakan aturan mengenai larangan
merokok).
Dalam pajak
kabupaten/kota antara UU tahun 2009 dengan UU tahun 2000 tentang pajak daerah
dan retribusi daerah juga terdapat perbedaan, ini karena pada UU tahun 2009
terdapat tambahan beberapa pajak antara lain PBB Perdesaan dan Perkotaan,
BPHTB, dan Pajak Sarang Burung Walet. PBB Perdesaan dan Perkotaan mempunyai
maksud untuk meningkatkan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah, khusus PBB
Sektor Perdesaan dan Perkotaan dialihkan menjadi pajak daerah. Sedangkan PBB
Sektor Perkebunan, Perhutanan, dan Pertambangan masih merupakan pajak pusat.
Dengan dijadikannya
PBB Perdesaan dan Perkotaan menjadi pajak daerah, maka penerimaan jenis pajak ini
akan diperhitungkan sebagai pendapatan asli daerah (PAD). Ini juga yang menjawab
munculnya BPHTB di kabupaten/kotadialihkan ke kabupaten/kota. Pajak Sarang
Burung Walet merupakan jenis pajak daerah baru, yang dapat dipungut oleh daerah
untuk memperoleh manfaat ekonomis dari keberadaan dan perkembangan sarang
burung walet di wilayahnya. Bagi daerah yang memiliki potensi sarang burung
walet yang besar akan dapat meningkatkan PAD.
2.
Penambahan
Jenis Retribusi Daerah
Terdapat
penambahan 4 jenis retribusi daerah pada UU Nomor 28 Tahun 2009, yaitu
Retribusi Tera/ Tera Ulang, Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi,
Retribusi Pelayanan Pendidikan, dan Retribusi Izin Usaha Perikanan. Dengan
penambahan ini, secara keseluruhan terdapat 30 jenis retribusi yang dapat
dipungut oleh daerah yang dikelompokkan ke dalam 3 golongan retribusi, yaitu
retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha, dan retribusi perizinan tertentu
(terdapat pada UU nomor 28 tahun 2009 BAB VI tentang retribusi bagian kedua
pasal 110).
Retribusi
Tera/Tera Ulang dimaksudkan untuk membiayai fungsi pengendalian terhadap
penggunaan alat ukur, takar, timbang, dan perlengkapannya oleh masyarakat.
Dengan pengendalian tersebut, alat ukur, takar, dan timbang akan berfungsi
dengan baik, sehingga penggunaannya tidak merugikan masyarakat.
Retribusi
Pengendalian Menara Telekomunikasi ditujukan untuk meningkatkan pelayanan dan
pengendalian daerah terhadap pembangunan dan pemeliharaan menara
telekomunikasi. Dengan pengendalian ini, keberadaan menara telekomunikasi akan
memenuhi aspek tata ruang, keamanan dan keselamatan, keindahan dan sekaligus
memberikan kepastian bagi pengusaha. Untuk menjamin agar pungutan daerah tidak
berlebihan, tarif retribusi pengendalian menara telekomunikasi dirumuskan
sedemikian rupa sehingga tidak melampaui 2% dari Nilai Jual Objek Pajak PBB
menara telekomunikasi.
Retribusi
Pelayanan Pendidikan dimaksudkan agar pelayanan pendidikan, di luar pendidikan
dasar dan menengah, seperti pendidikan dan pelatihan untuk keahlian khusus yang
diselenggarakan oleh pemerintah daerah dapat dikenakan pungutan dan hasilnya
digunakan untuk membiayai kesinambungan dan peningkatan kualitas pendidikan dan
pelatihan. Dan Retribusi Izin Usaha Perikanan dimaksudkan agar pelayanan dan pengendalian
kegiatan di bidang perikanan dapat terlaksana secara terus menerus dengan
kualitas yang lebih baik.
3. Perluasan
Basis Pajak Daerah.
Perluasan basis
pajak daerah, antara lain adalah:
a. PKB dan BBNKB,
termasuk kendaraan pemerintah
b. Pajak Hotel, mencakup seluruh
persewaan di hotel, dan
c. Pajak Restoran,
termasuk katering/jasa boga.
4. Perluasan Basis Retribusi Daerah
Perluasan basis
retribusi daerah dilakukan dengan mengoptimalkan pengenaan Retribusi Izin
Gangguan, sehingga mencakup berbagai retribusi yang berkaitan dengan lingkungan
yang selama ini telah dipungut, seperti :
a. Retribusi Izin Pembuangan Limbah
Cair
b. Retribusi AMDAL
c. Retribusi
Pemeriksaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja.
5. Kenaikan Tarif Maksimum Pajak
Daerah
Untuk memberi ruang
gerak bagi daerah mengatur sistem perpajakannya dalam rangka peningkatan
pendapatan dan peningkatan kualitas pelayanan, penghematan energi, dan
pelestarian/perbaikan lingkungan, tarif maksimum beberapa jenis pajak daerah
dinaikkan, antara lain:
a. Tarif maksimum
Pajak Kendaraan Bermotor, dinaikkan dari 5% menjadi 10%. Khusus untuk kendaraan
pribadi dapat diterapkan tarif progresif.
b. Tarif maksimum
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, dinaikkan dari 10% menjadi 20%.
c. Tarif maksimum
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, dinaikkan dari 5% menjadi 10%. Khusus
untuk kendaraan angkutan umum, tarif dapat ditetapkan lebih rendah.
d. Tarif maksimum
Pajak Parkir, dinaikkan dari 20% menjadi 30%.
e. Tarif maksimum
Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (sebelumnya Pajak Pengambilan Bahan Galian
Golongan C), dinaikkan dari 20% menjadi 25%.
6. Bagi Hasil
Pajak Provinsi
Dalam rangka
pemerataan pembangunan dan peningkatan kemampuan keuangan kabupaten/kota dalam
membiayai fungsi pelayanan kepada masyarakat, pajak provinsi dibagihasilkan
kepada kabupaten/kota, dengan proporsi sebagai berikut:
No.
|
Jenis Pajak
|
Provinsi
|
Kab/Kota
|
1
|
Pajak Kendaraan Bermotor
|
70%
|
30%
|
2
|
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
|
70%
|
30%
|
3
|
Pajak Bahan Bakar Kend. Bermotor
|
30%
|
70%
|
4
|
Pajak Air Permukaan
|
50%
|
50%
|
5
|
Pajak Rokok
|
30%
|
70%
|
7. Earmarking
Untuk meningkatkan kualitas
pelayanan secara bertahap dan terus menerus dan sekaligus menciptakan good
governance dan clean government, penerimaan beberapa jenis pajak daerah wajib
dialokasikan (di-earmark) untuk mendanai pembangunan sarana dan prasarana yang
secara langsung dapat dinikmati oleh pembayar pajak dan seluruh masyarakat.
Pengaturan earmarking tersebut adalah:
a. 10% dari penerimaan Pajak Kendaraan
Bermotor wajib dialokasikan untuk pemeliharaan dan pembangunan jalan, serta peningkatan
sarana transportasi umum.
b. 50% dari
penerimaan pajak rokok dialokasikan untuk mendanai pelayanan kesehatan dan
penegakan hukum.
c. Sebagian
penerimaan pajak penerangan jalan digunakan untuk penyediaan penerangan jalan.
Dengan
penetapan UU PDRD ini, diharapkan struktur APBD menjadi lebih baik, iklim
investasi di daerah menjadi lebih kondusif karena Perda-Perda pungutan daerah yang
membebani masyarakat secara berlebihan dapat dihindari, serta memberikan kepastian
hukum bagi semua pihak.
·
Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah Pasca
diterbitkannya UU PDRB
Setelah adanya perubahan dalam pengaturan
pajak daerah melalui Undang-Undang No 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah, ada beberapa perubahan yang cukup signifikan yang berpengaruh
pada hubungan keuangan pusat dan daerah, salah satunya adalah tentang
pengalihan pajak sebelumnya di pungut pusat menjadi pajak daerah, yaitu PBB
Perdesaan dan Perkotaan dan BPHTB (Bea Pengalihan Hak Atas tanah dan Bangunan).
Bila sebelumnya PBB Perdesaan dan Perkotaan dan BPHTB ini di pungut pusat dan
daerah mendapat bagi hasil dari PBB Persedaan dan Perkotaan dan BPHTB, maka
sekarang setelah adanya Undang-Undang No.28 tahun 2009 ini dana bagi hasil
untuk PBB Persedaan dan Perkotaan dan BPHTB tidak ada lagi, tinggal dana bagi
hasil dari sumber daya alam (SDA) yang terdiri dari sektor kehutanan,
pertambangan umum, minyak bumi dan gas alam, dan perikanan. Untuk itu dampak di
sahkannya undang-undang pajak daerah dan retribusi daerah yang baru ini
terhadap hubungan keuangan pusat dan daerah ini hanya pada masalah dana bagi
hasil. tetapi walaupun ada dampak terhadap dana perimbangan (khususnya dalam
hal dana bagi hasil) sampai saat ini belum ada revisi atau rencana revisi
terhadap UU nomor 33 tahun 2004 tentang dana perimbangan, padahal undang-undang
tersebut mengatur tentang dana hasil PBB Pedesaan dan
Perkotaan dan BPHTB dan presentsenya. Sehingga walaupun PBB Perdesaan dan
Perkotaan dan BPHTB telah menjadi pajak daerah, tetapi pengaturan tentang dana
bagi hasil PBB Persedaan dan Perkotaan dan BPHTB belum dicabut sampai sekarang.
·
Implikasi Didaerah
a. Daerah berlomba-lomba menambah
jenis pungutan daerah untuk
meningkatkan PAD.
b. Timbul banyak Pungutan Daerah
yang ’bermasalah’:
à Perda bertentangan dengan
peraturan per-UU-an
à Perda bertentangan dengan
kepentingan umum
à Perda yang sudah dibatalkan
tetap dipungut
à Pungutan didasarkan pada
Keputusan Kepala Daerah
à Pungutan tanpa dasar hukum
c. Dampak:
à Kepastian hukum kurang
à Memberikan beban berlebihan
bagi masyarakat
à Menghambat kegiatan investasi
di daerah
·
Dampak
Sosial Dan Ekonomi
1. Menjamin ketersediaan anggaran untuk :
a.
pembangunan dan/atau pemeliharaan jalan serta
peningkatan moda dan sarana transportasi umum;
b.
meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat dan
penegakan hukum dalam rangka
pengawasan
peredaran rokok illegal.
2. Meningkatkan kepastian hukum.
3. Meningkatkan pelayanan publik à
Masyarakat tidak
dipungut secara
berlebihan
4. Menciptakan
iklim investasi yang kondusif (business friendly).
Rating: 5
Rating: 5
0 komentar :
Posting Komentar
tinggalkan jejak anda::::