ini hanya tulisan biasa yang saya tulis setelah membaca buku-buku mengenai ekonomi islam,,semoga sistem ekonomi alternatif ini bisa digunakan secara permanen dan tidak lagi dikesampingkan,,,"_" Menuju Suatu Sistem Ekonomi Alternatif. Ekonomi Islam menurut Adiwarman dapat diibaratkan sebagai suatu bangunan yang terdiri dari atas landasan, tiang, dan atap (Karim, 2001: 176). Landasan ekonomi Islam setidak-tidaknya terdiri atas empat komponen, yakni tauhid, adil, khalifah, dan tazkiyyah. Tauhid bermakna kemahaesaan Allah SWT sebagai pencipta, pemilik semua yang ada di bumi dan langit, pemberi rezeki secara adil, yang berkuasa atas segala sesuatu. Adapun tiang ekonomi islam meliputi: pertama, pengakuan akan multiownership. Islam mengakui akan kepemilikan pribadi, kepemilkan bersama, dan kepemilikan bersama dan hal ini jelas berbeda dengan konsep kepemilikan kapitalis klasik ataupun konsep kepemilikan sosialis klasik. Kedua, kebebasan ekonomi, selama tidak melanggar rambu-rambu syariah. Artinya ijtihad merupakan hal yang tidak dapat dihindarkan, meskipun merujuk pada zaman Rasulullah dan sahabatnya merupakan hal yang bermanfaat. Berkenaan dengan ini Rasulullah bersabda “kamu lebih tahu dengan urusan duniamu”. Ketiga, keadilan sosial (social justice). Dalam konsep ekonomi Islam, rezeki yang diperoleh dengan jerih payah yang diusahakan oleh seseorang dengan cara yang halal diyakini ada hak orang lain didalamnya. Kewajiban yang harus dilakukan bagi yang berkelebihan rezeki dan hak bagi yang lemah yang berhak mendapatkannya (Karim, 2001: 176-177).
Sementara atap bangunan ekonomi Islam adalah akhlak atau etika ekonomi. Hal inilah yang membedakan sistem ekonomi Islam dengan sistem ekonomi lainnya (Qardhawi,1997: 51; Qardhowi,2001; 57). Akhlak dalam Islam harus menjiwai semua aspek kehidupan manusia. Berkenaan dengan akhlak ini, Rasulullah sendiri menegaskan dengan sabdanya dalam sebuah hadis yang terkenal dikalangan umat Islam, “Sesungguhnya tidaklah aku diutuskan untuk menyempurnakan akhlak mulia. Landasan Filosofis Ekonomi Islam. Ekonomi Islam adalah ekonomi yang berlandaskan akidah Ketuhanan Yang Mahaesa (tauhid). Akidah yang diturunkan Allah SWT dengan sengaja kepada rasul-Nya untuk umat manusia. Ia bertitik tolak dari tuhan dan memiliki tujuan akhir pada tuhan. Tujuan ekonomi membantu manusia untuk menyembah Tuhannya yang telah memberi rezekinya, dan untuk menyelamatkan manusia dari kemiskinan yang bisa mengafirkan dan kelaparan yang bisa mendatangkan dosa. Oleh karena itu, rumusan sistem ekonomi Islam berbeda sama sekali dari sistem-sistem yang lain. Sebagai sistem ekonomi, ia memiliki akar dalam syari’ah yang menjadi sumber pandangan dunia, sekaligus tujuan dan strateginya (Zainulbahar, 1999; Qardhawi,1997: 72). Ekonomi Islam diatur menurut aturan yang digariskan oleh Sang Pencipta. Keadilan merupakan hal yang mutlak dalam system ini. Dengan keadilan itu, praktik-praktik yang merugikan orang lain tidak terjadi. Kenyataan yang terjadi dewasa ini yang menunjukkan ketimpangan yang semakin tajam antara negara-negara berkembang dan negara-negara yang sedang berkembang, dan ketidakadilan dalam mengelola sumber-sumber ekonomi dunia menempatkan sistem ekonomi Islam pada posisi yang sangat penting, sebagai sistem alternative yang diharapkan dapat memecahkan problem-problem ekonomi yang tidak dapat dipecahkan oleh sistem ekonomi lain yang telah ada. Sistem Fiskal Tanpa Bunga. Sektor fiskal merupakan salah satu sektor penting dalam pengelolaan negara terutama yang berkenaan dengan barang dan hukum publik. Sistem fiskal konvensional ternyata hadir belakangan setelah ide-ide pengelolaan fiskal menurut Islam. Namun, perkembangan sistem fiskal konvensional jauh lebih cepat dari pada Islam, hingga pada satu titik kejenuhan sistem fiskal konvensional tidak mampu menjawab segala permasalahan ekonomi dunia bahkan cenderung menimbulkan distorsi di berbagai sektor. Berkembangnya lembaga-lembaga pembiayaan yang bertujuan untuk mengelola dana zakat, infak dan sedekah di Indonesia, terkesan masih berkotak-kotak dan pengelolaannya hanya menjadi bagian dari institusi lain, sehingga seringkali sifat charity-nya lebih mengedepan dibandingkan fungsi manfaatnya dalam jangka panjang. Oleh karena itu pengelolaan zakat, infak, sedekah, waris dan sebagainya hendaknya terorganisasi lebih baik dan menjadi satu lembaga yang independen terstruktur mulai dari pusat hingga kecamatan. Selain itu pendistribusiannya bukan hanya kepada 8 kelompok penerima saja, melainkan dapat dimanfaatkan lebih jauh untuk pemenuhan kebutuhan barang public di masyarakat. Sistem Moneter dalam Islam. Sistem moneter dalam perekonomian Islam tidak bisa dilepaskan dengan kemajuan sector riil. Sektor moneter dalam ekonomi Islam, tidak ditujukan sebagai control untuk mengendalikan tingkat output seperti dalam ekonomi konvensional, tapi sebaliknya sector moneter hanya dependen dari sector riil yang telah diprediksi secukupnya untuk pembiayaan output dan output potensial. Konsekuensi logis dari hal ini adalah kebijakan moneter hanya ditentukan dari sisi money supply atau cadangan uang sebagai variable ekspansi moneter melalui overall and selective instruments. Demikian pula dengan instrument yang digunakan hanyalah sejauh bertujuan untuk mengatur cadangan uang sehingga kebijakan tidak bisa menggunakan money demand. Ketersediaan money supply ditentukan otoritas moneter dengan tetap atau meskipun harus dilakukan, harus dengan ketat yang didasarkan pada kedinamisan output dalam perekonomian. Hal ini ditujukan untuk memenuhi permintaan uang yang hanya digunakan untuk transaksi dan jikalau untuk berjaga-jaga harus pada tingkat yang cukup rendah karena ancaman erosi pajak idle fund atau inflasi. Oleh karena itu, tingkat konsistensi kebijakan moneter adalah rule atau discretionary yang sangat ketat untuk menjaga ketersediaan moneter hingga tidak inflasioner. Implementasi Ekonomi Islam Dalam Perdagangan. Prinsip dasar ekonomi Islam adalah adanya unsur kebebasan dalam melakukan transaksi (Q.S. an-Nisaa [4]: 29) dengan mengindahkan keridlaan dan melarang pemaksaan. Untuk menjamin keselarasan dan keharmonisan dalam dunia perdagangan dibutuhkan sebuah kaidah, patokan atau norma yang mengatur hubungan manusia dalam perniagaan yakni “moralitas perdagangan”. Salah satu prinsip ekonomi yang paling penting adalah Teorema Dasar Pertukaran (Fundamental Theorem of Exchange) yaitu bahwa perdagangan yang sukarela adalah saling menguntungkan, karena perdagangan itu meningkatkan utility (manfaat) bagi kedua belah pihak yang terlibat.Etika perdagangan memegang peranan penting dalam membentuk pola dan system transaksi, yang pada akhirnya menentukan nasib bisnis yang dijalankan seseorang. Ciri ekonomi Islam pada dasarnya berfungsi untuk menilai sejauh mana suatu model perekonomian dan praktik perdagangan yang dikembangkan oleh umat Islam telah memenuhi standar yang ditetapkan oleh agama, sebagaimana yang diungkapkan dalam al-Qur’an “halal berjual beli dan haram berbuat riba” (Q.S. al-Baqarah [2]: 275-281. Mencari Solusi Tingkat Upah Islami. Islam sangat menghargai kerja, sehingga jika kesenangan terhadap kerja ini berhasil dipupuk sejak usia dini, maka akan diperoleh tenaga kerja yang rajin. Intervensi pemerintah untuk mendapatkan tenaga kerja berkualitas dapat dilakukan melalui pendidikan, pelatihan, akses terhadap kesehatan dan lingkungan sosial yang baik. Intervensi ini akan meningkatkan keterampilan, produktivitas, penguasaan tekhnologi dan akhirnya peningkatan daya saing. Norma-norma Islami yang dibudayakan sejak dini akan menyebabkan tidak adanya backward bending supply curve. Kurva penawaran tenaga kerja akan miring dari kiri bawah ke kenan atas, berapa pun tingginya tingkat upah. Tingkat upah yang Islami harus memperhatikan berbagai hal dan tidak hanya ditentukan oleh perpotongan antara kurva penawaran dan kurva permintaan saja. Dengan menetapkan nisbah bagi perolehan perusahaan, pekerja akan merasa bahwa ia juga memiliki perusahaan tersebut dan akan berusaha sebaik mungkin meningkatkan produktivitas selain itu kezaliman terhadap pemberi kerja juga harus diperhitungkan kemungkinannya. Adanya kontrak kerja akan membuat kenyamanan baik pekerja maupun pemberi kerja. Dalam hal menyusun kesepakatan kerja, sesuai dengan ajaran Nabi dalam banyak hadis, pada saat tawar-menawar sumber:: Bank Syariah dari teori ke ppraktik,Muhammad Syafi'i antonio. Teori ekonomi dalam islam. Asas-Asas ekonomi islam,M Sholahuddin, S.E., M.Si.
Rating: 5
Sementara atap bangunan ekonomi Islam adalah akhlak atau etika ekonomi. Hal inilah yang membedakan sistem ekonomi Islam dengan sistem ekonomi lainnya (Qardhawi,1997: 51; Qardhowi,2001; 57). Akhlak dalam Islam harus menjiwai semua aspek kehidupan manusia. Berkenaan dengan akhlak ini, Rasulullah sendiri menegaskan dengan sabdanya dalam sebuah hadis yang terkenal dikalangan umat Islam, “Sesungguhnya tidaklah aku diutuskan untuk menyempurnakan akhlak mulia. Landasan Filosofis Ekonomi Islam. Ekonomi Islam adalah ekonomi yang berlandaskan akidah Ketuhanan Yang Mahaesa (tauhid). Akidah yang diturunkan Allah SWT dengan sengaja kepada rasul-Nya untuk umat manusia. Ia bertitik tolak dari tuhan dan memiliki tujuan akhir pada tuhan. Tujuan ekonomi membantu manusia untuk menyembah Tuhannya yang telah memberi rezekinya, dan untuk menyelamatkan manusia dari kemiskinan yang bisa mengafirkan dan kelaparan yang bisa mendatangkan dosa. Oleh karena itu, rumusan sistem ekonomi Islam berbeda sama sekali dari sistem-sistem yang lain. Sebagai sistem ekonomi, ia memiliki akar dalam syari’ah yang menjadi sumber pandangan dunia, sekaligus tujuan dan strateginya (Zainulbahar, 1999; Qardhawi,1997: 72). Ekonomi Islam diatur menurut aturan yang digariskan oleh Sang Pencipta. Keadilan merupakan hal yang mutlak dalam system ini. Dengan keadilan itu, praktik-praktik yang merugikan orang lain tidak terjadi. Kenyataan yang terjadi dewasa ini yang menunjukkan ketimpangan yang semakin tajam antara negara-negara berkembang dan negara-negara yang sedang berkembang, dan ketidakadilan dalam mengelola sumber-sumber ekonomi dunia menempatkan sistem ekonomi Islam pada posisi yang sangat penting, sebagai sistem alternative yang diharapkan dapat memecahkan problem-problem ekonomi yang tidak dapat dipecahkan oleh sistem ekonomi lain yang telah ada. Sistem Fiskal Tanpa Bunga. Sektor fiskal merupakan salah satu sektor penting dalam pengelolaan negara terutama yang berkenaan dengan barang dan hukum publik. Sistem fiskal konvensional ternyata hadir belakangan setelah ide-ide pengelolaan fiskal menurut Islam. Namun, perkembangan sistem fiskal konvensional jauh lebih cepat dari pada Islam, hingga pada satu titik kejenuhan sistem fiskal konvensional tidak mampu menjawab segala permasalahan ekonomi dunia bahkan cenderung menimbulkan distorsi di berbagai sektor. Berkembangnya lembaga-lembaga pembiayaan yang bertujuan untuk mengelola dana zakat, infak dan sedekah di Indonesia, terkesan masih berkotak-kotak dan pengelolaannya hanya menjadi bagian dari institusi lain, sehingga seringkali sifat charity-nya lebih mengedepan dibandingkan fungsi manfaatnya dalam jangka panjang. Oleh karena itu pengelolaan zakat, infak, sedekah, waris dan sebagainya hendaknya terorganisasi lebih baik dan menjadi satu lembaga yang independen terstruktur mulai dari pusat hingga kecamatan. Selain itu pendistribusiannya bukan hanya kepada 8 kelompok penerima saja, melainkan dapat dimanfaatkan lebih jauh untuk pemenuhan kebutuhan barang public di masyarakat. Sistem Moneter dalam Islam. Sistem moneter dalam perekonomian Islam tidak bisa dilepaskan dengan kemajuan sector riil. Sektor moneter dalam ekonomi Islam, tidak ditujukan sebagai control untuk mengendalikan tingkat output seperti dalam ekonomi konvensional, tapi sebaliknya sector moneter hanya dependen dari sector riil yang telah diprediksi secukupnya untuk pembiayaan output dan output potensial. Konsekuensi logis dari hal ini adalah kebijakan moneter hanya ditentukan dari sisi money supply atau cadangan uang sebagai variable ekspansi moneter melalui overall and selective instruments. Demikian pula dengan instrument yang digunakan hanyalah sejauh bertujuan untuk mengatur cadangan uang sehingga kebijakan tidak bisa menggunakan money demand. Ketersediaan money supply ditentukan otoritas moneter dengan tetap atau meskipun harus dilakukan, harus dengan ketat yang didasarkan pada kedinamisan output dalam perekonomian. Hal ini ditujukan untuk memenuhi permintaan uang yang hanya digunakan untuk transaksi dan jikalau untuk berjaga-jaga harus pada tingkat yang cukup rendah karena ancaman erosi pajak idle fund atau inflasi. Oleh karena itu, tingkat konsistensi kebijakan moneter adalah rule atau discretionary yang sangat ketat untuk menjaga ketersediaan moneter hingga tidak inflasioner. Implementasi Ekonomi Islam Dalam Perdagangan. Prinsip dasar ekonomi Islam adalah adanya unsur kebebasan dalam melakukan transaksi (Q.S. an-Nisaa [4]: 29) dengan mengindahkan keridlaan dan melarang pemaksaan. Untuk menjamin keselarasan dan keharmonisan dalam dunia perdagangan dibutuhkan sebuah kaidah, patokan atau norma yang mengatur hubungan manusia dalam perniagaan yakni “moralitas perdagangan”. Salah satu prinsip ekonomi yang paling penting adalah Teorema Dasar Pertukaran (Fundamental Theorem of Exchange) yaitu bahwa perdagangan yang sukarela adalah saling menguntungkan, karena perdagangan itu meningkatkan utility (manfaat) bagi kedua belah pihak yang terlibat.Etika perdagangan memegang peranan penting dalam membentuk pola dan system transaksi, yang pada akhirnya menentukan nasib bisnis yang dijalankan seseorang. Ciri ekonomi Islam pada dasarnya berfungsi untuk menilai sejauh mana suatu model perekonomian dan praktik perdagangan yang dikembangkan oleh umat Islam telah memenuhi standar yang ditetapkan oleh agama, sebagaimana yang diungkapkan dalam al-Qur’an “halal berjual beli dan haram berbuat riba” (Q.S. al-Baqarah [2]: 275-281. Mencari Solusi Tingkat Upah Islami. Islam sangat menghargai kerja, sehingga jika kesenangan terhadap kerja ini berhasil dipupuk sejak usia dini, maka akan diperoleh tenaga kerja yang rajin. Intervensi pemerintah untuk mendapatkan tenaga kerja berkualitas dapat dilakukan melalui pendidikan, pelatihan, akses terhadap kesehatan dan lingkungan sosial yang baik. Intervensi ini akan meningkatkan keterampilan, produktivitas, penguasaan tekhnologi dan akhirnya peningkatan daya saing. Norma-norma Islami yang dibudayakan sejak dini akan menyebabkan tidak adanya backward bending supply curve. Kurva penawaran tenaga kerja akan miring dari kiri bawah ke kenan atas, berapa pun tingginya tingkat upah. Tingkat upah yang Islami harus memperhatikan berbagai hal dan tidak hanya ditentukan oleh perpotongan antara kurva penawaran dan kurva permintaan saja. Dengan menetapkan nisbah bagi perolehan perusahaan, pekerja akan merasa bahwa ia juga memiliki perusahaan tersebut dan akan berusaha sebaik mungkin meningkatkan produktivitas selain itu kezaliman terhadap pemberi kerja juga harus diperhitungkan kemungkinannya. Adanya kontrak kerja akan membuat kenyamanan baik pekerja maupun pemberi kerja. Dalam hal menyusun kesepakatan kerja, sesuai dengan ajaran Nabi dalam banyak hadis, pada saat tawar-menawar sumber:: Bank Syariah dari teori ke ppraktik,Muhammad Syafi'i antonio. Teori ekonomi dalam islam. Asas-Asas ekonomi islam,M Sholahuddin, S.E., M.Si.
Rating: 5
0 komentar :
Posting Komentar
tinggalkan jejak anda::::